Kangkareng hitam telah ditetapkan oleh IUCN dalam kategori Vulnerable (VU) dan masuk dalam Appendix II, CITES. Sedangkan di Indonesia, kangkareng hitam masuk dalam daftar satwa yang dilindungi oleh PermenLHK No. 20 Tahun 2018.
Hampir seluruh tubuhnya diselimuti oleh bulu yang berwarna hitam, termasuk ekor bagian tengah dan hanya ada sedikit warna putih di ujung ekor tepi. Panjang tubuhnya mencapai 60-80 cm. Memiliki berat tubuh 633-1.050 gr dan panjang sayap 288-388 cm. Ciri khas yang membedakan individu jantan dan betina ialah warna mata dan paruhnya.
Jantan memiliki paruh dan tanduk berukuran besar berwarna putih gading yang menyerupai kapak dengan panjang mencapai 80% panjang paruh. Terkadang terdapat bulu berwarna putih (supercilium) dari lingkar mata atas sampai samping leher. Sedangkan betina memiliki paruh dan tanduk berwarna hitam; kulit sekitar mata berwarna merah gelap; tanduk kecil berupa tonjolan pipih.
Selain ciri fisik, kangkareng hitam juga bisa diidentifikasi melalui suara saat memanggil (calling) seperti suara geraman yang serak.
Kangkareng hitam biasa mengunjungi pohon buah di pagi hari. Saat menemukan pohon pakan, ia bisa menghabiskan waktu untuk makan, istirahat, membersihkan diri dan bersuara di atas kanopi hutan hingga satu jam. Pakan kesukaannya adalah buah-buahan seperti buah pala (Myristica spp.) dan buah beringin (Ficus spp.).
Selain buah-buahan, terkadang kangkareng hitam juga memakan hewan-hewan kecil seperti kumbang, kupu-kupu atau serangga.
Saat musim berbiak, kangkareng hitam menjadi pasangan yang mandiri. Mereka membutuhkan waktu sedikitnya 50 hari untuk perkembangbiakan. Masa berbiak kangkareng hitam di Sumatra berbeda dengan wilayah Kalimantan. Di Sumatra, waktu bertelur diperkirakan bulan Februari, April dan November. Sedangkan di Kalimantan, diperkirakan bulan Januari, Agustus dan Desember.
Selama bersarang, sang betina pun sangat bergantung dengan sang jantan untuk memenuhi kebutuhan pakan dengan cara disuapi melalui lubang sarang. Setelah anak burung keluar dari sarang, kedua orang tuanya pun terbang berpencar mencari makan untuk sang anak selama enam bulan.
Hilangnya hutan menjadi penyebab merosotnya populasi kangkareng hitam di alam. Selama rentang waktu 2000-2012, diperkirakan 18,1% habitat kangkareng hitam telah hilang. Perburuan dan penangkapan juga menjadi ancaman terhadap keberadaannya saat ini.
Kangkareng hitam biasa menikmati waktu berkualitas bersama kelompoknya sambil berjemur sinar matahari (sunbathing) dan mandi dedaunan (foliage-bathing).
Beberapa orang menyebutnya Bruik (Dayak Iban, Dayak Malinau), Kalo Klik (Dayak Bahau), Lalekang (Dayak Meratus).