Sejak tahun 2004 hingga sekarang, Julang Irian masuk dalam Least Concern (LC) oleh IUCN. Sementara menurut CITES dikategorikan dalam Appendix II. Secara nasional, Julang Irian telah masuk daftar satwa dilindungi menurut PermenLHK No.20 Tahun 2018.
Julang Irian mempunyai panjang tubuh 60-65 cm dengan bulu yang menutupinya; badan dan sayap berwarna hitam dan ekor berwarna putih. Jantan mempunyai paruh lebih besar dan lebih berwarna dibandingkan betina. Selain itu, jantan mempunyai tenggorokan berwarna putih, bagian kepala berwarna coklat dan mata berwarna merah. Sedangkan betina mempunyai tenggorokan berwarna biru, bagian kepala dan mata berwarna hitam.
Julang Irian memiliki tonjolan balung yang tidak terlalu sempurna, seperti garis lipatan. Semakin banyak garis lipatan pada balung, menandakan semakin bertambahnya usia Julang Irian.
Julang Irian lebih banyak mengonsumsi buah-buahan seperti palem-paleman (Arenga saccarifera), buah pala (Myristica fatua) dan buah matoa (Pometia pinnata). Namun, mereka juga mengonsumsi hewan seperti kepiting, serangga, sarang lebah dan kadal.
Di Papua Nugini, Julang Irian mulai menginspeksi sarang pada bulan September-Oktober. Betina meletakkan satu hingga dua butir telur di dalam lubang pohon alami dengan diameter pohon di atas 40 cm. Mereka bahkan pernah ditemukan bersarang di pohon ficus dengan ketinggian pohon 15 m di Pulau Seram dan pohon ulin dengan ketinggian 30 m di Kep. Solomon.
Julang Irian masih bergantung pada hutan yang memiliki pohon-pohon besar, dengan lubang alami untuk bersarang. Sedangkan masifnya alih fungsi hutan dan perburuan, yang terjadi sejak tahun 1984, kian mengancam populasinya. Mereka diburu untuk dikonsumsi, dijadikan tropi dan tengkoraknya digunakan sebagai perhiasan.
Selain dari tampilan fisik, burung ini bisa dikenali dari suara desingan ketika mengepakkan sayap dan suara panggilan atau calling-nya, ketika terbang dan bertengger seperti dengusan yang parau.