Julang Sulawesi

Jenis burung endemik dan terbesar di antara enggang yang berada di Pulau Sulawesi. Mereka juga memiliki nama lain, Sulawesi Red-knobbed Hornbill.

Julang ini masuk dalam daftar merah IUCN yaitu VU (vulnerable; rentan) dengan status Appendix II menurut CITES. Perlindungan Julang Sulawesi diatur dalam UU No. 5/1990, PP No. 7/1999 dan PermenLHK RI No. P.20/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Persebaran dan Habitat

Julang Sulawesi merupakan salah satu jenis enggang endemik di Indonesia. Mereka menjelajah secara luas dan tidak mempertahankan wilayahnya (non-teritorial). Burung ini biasanya terlihat berpasangan hingga berjumlah 12 individu pada pohon ara yang berbuah.

Mereka mendiami kawasan hutan hijau sepanjang tahun terutama di dataran rendah, di bawah ketinggian 1.100-1.800 mdpl. Jangkauannya dapat meluas hingga ke bagian hutan sekunder, daerah berhutan dan perkebunan untuk mencari makan.

Wilayah persebaran burung ini antara lain Pulau Sulawesi, Pulau Lepas Pantai Lembeh, Kepulauan Togean, Pulau Muna dan Pulau Buton.

Identifikasi
 

Sebagai burung besar, Julang Sulawesi memiliki panjang tubuh 70-80 cm dengan berat mencapai 2,36-2,5 kg pada individu jantan. Tubuh dan sayapnya berwarna hitam, sedangkan bagian atasnya berwarna kemilau hijau metalik. Bagian ekor berwarna putih, sementara kakinya berwarna hitam.

Individu jantan mempunyai balung yang tinggi dan berkerut dengan warna merah-coklat serta mahkota dan belakang kepalanya berwarna merah bata-coklat. Kulit kantung tiup di bawah rahang berwarna biru gelap, dengan garis hitam menembus tepi bawah. Selain itu, mata individu jantan berwarna oranye-merah.

Sedangkan pada individu betina, paruh berwarna kuning dengan kerutan oranye kecoklatan di pangkal rahang. Tubuh dan balungnya berukuran lebih kecil daripada jantan. Balungnya berwarna kuning kemudian kepala dan bulu lehernya berwarna hitam. Di kulit kantung tiupnya terdapat garis hitam yang lebih kecil. Dan mata individu betina berwarna coklat-oranye.

Pakan

Buah-buahan adalah pakan utama Julang Sulawesi. Terkadang mereka memakan hewan, seperti serangga, telur burung dan anak burung. Burung ini biasa mencari makan di kanopi hutan. Mereka juga dapat memetik buah-buahan selama terbang, sambil mengusir burung serta primata lainnya di pohon pakan.

Umumnya, burung ini terlihat aktif makan kembali pada pagi dan sore hari. Namun di Cagar Alam Tangkoko-Batuangus, Julang Sulawesi ternyata lebih aktif pada sore hari karena adanya kompetisi dengan frugivora lain, terutama Monyet Yaki (Macaca nigra).

Perkembangbiakan

Julang Sulawesi membutuhkan pohon besar untuk berbiak dan bersarang, dengan ketinggian 13-53 m. Mereka biasa tinggal di lubang pohon yang ditutup dengan lumpur untuk melindungi telur dari predator.

Musim berbiak dimulai pada akhir musim hujan antara bulan Juni-Juli. Mereka bertelur dua atau tiga telur, dengan masa inkubasi 32-35 hari. Keluarnya betina dari sarang juga sangat bervariasi, mulai dari 58-140 hari. Namun dari tiga telur, hanya satu anakan yang bertahan hidup.

Ancaman

Menurunnya populasi Julang Sulawesi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Antara lain, habitat yang rusak akibat pengambilan kayu untuk bahan bangunan rumah, serta perburuan yang dilakukan dengan cara menembak; untuk diambil kepalanya sebagai hiasan dan bulunya sebagai umpan memancing ikan di laut.

Tahukah Kamu?

Burung endemik ini mampu mengeluarkan suara panggilan keras yang dapat terdengar lebih dari 2 km. Selain itu, bulu dan balungnya dipercaya untuk melindungi penghuni rumah dari roh jahat, menjamin kemenangan seseorang serta sebagai hiasan kepala dan drum untuk tarian prajurit tradisional Cakalele.