Enggang Jambul telah masuk dalam daftar satwa dilindungi berdasarkan PermenLHK No. 20 Tahun 2018. IUCN dan CITES juga menetapkan burung berkelompok ini ke dalam kategori Endangered (EN) dan Appendix II.
Ciri yang paling mudah dikenali dari Enggang Jambul adalah memiliki bulu-bulu berwarna putih yang terangkat di atas kepalanya dan mengarah kedepan; seperti jambul, baik pada jantan maupun betina. Panjang tubuhnya sekitar 75-80 cm. Warna punggung hitam, sayap berwarna hitam dan putih bagian ujung, serta kaki berwarna hitam dan paruh berwarna abu-abu.
Enggang jantan dan betina dapat dibedakan dari warna lehernya; betina berwarna hitam, sementara jantan berwarna putih. Ketika mereka terancam, mereka akan membentangkan sayap dan bulu ekor, sambil menggerakan paruhnya naik turun.
Saat menemukan pohon pakan yang sedang berbuah, Enggang Jambul bisa berkelompok sampai 20 individu. Enggang Jambul menyukai beberapa jenis buah yang kaya akan kandungan lipid seperti buah Pala (Myristica sp), terkadang memakan buah coklat. Pilihan asupan pakan hewani terdiri dari kadal, ular, larva dan serangga.
Enggang Jambul ketika memasuki musim berbiak akan dibantu oleh 1-3 ekor individu lainnya. Para “pengawal” akan menjaga wilayah kekuasaan sambil bersuara, untuk menunjukan perlawanan jika ada ancaman. Diperkirakan, proses bertelur di Kalimantan terjadi pada bulan Desember-Januari. Dalam satu kali berbiak, biasanya hanya satu telur yang sukses menetas.
Degradasi habitat menjadi ancaman yang terus menekan populasi Enggang Jambul di alam. Burung ini menjadi target perburuan alternatif, ketika pemburu tidak mendapatkan target utamanya.
Karena suaranya yang khas, masyarakat Dayak Iban biasa menyebut Enggang Jambul dengan nama “Sentuku”.